Selasa, 30 November 2010

Nuansa bening di Lakok Maonai

Sikakap. Kamis, (18/11-10) aksi relawan kembali dilakukan kali ini difokuskan menuju Lakok pukul 08.00 dan sampai di dermaga Lakok menggunakan kapal boat pukul 12.00, dalam perjalanan misi kemanusiaan kali ini di bagi menjadi tiga; pelayanan kesehatan, trauma healing dan pembagian logistik, relawan yang tergabung untuk ke Lakok dan Monei; pak Iwan, Silvi (Trauma Healing) Pak Mas, Nanda, Joko, Rizal,(Bagian Logistik) Apri dan Ibun (bagian pelayanan kesehatan), Restu bagian pendamping sewaktu-waktu ada bahasa yang tidak dimengerti oleh tim.

Misi kembali dijalankan dengan menempuh semak belukar menuju pengungsian bagi warga Lakok, cukup melelahkan saat menempuh Lakok dikarenakan jalan yang banyak menembus hutan yang telah dibabat dengan tidak sempurna, diambah lagi salah satu tim relawan ada yang sakit. Jadi jalan sedikit agak sendat, dengan adanyaa bantuan dari masyarakat yang bertemu di jalan ikut juga membantu tim relawan dalam membawakan barang logistik serta menunjukkan jalan menuju pengungsian. Tiba di pengungsian pukul 13.30, yang disambut hangat oleh masyarakat yang jarak pengungsiannya sedikit berjauhan, 17 kepala keluarga yang tinggal di pengungsian dan 1 kepala kekuarga yang beragama Islam, sesampainya di pengungsian pak Iwan dan Silvi memainkan perannya untuk mengajak anak pengungsian yang berjumlah 10 orang bergantian dalam sebuah permainan, cukup besar peran pak Iwan, Silvi dan tim yang lain untuk menguatkan mental anak-anak yang terkena trauma bencana, selama di pengungsian Apri bagian kesehatan melayani 16 masyarakat yang sakit, bahkan ada pasien kakinya patah itu dalam hitungan pasien yang termasuk didusun Lakok yang jarak tempuhnya 1 jam perjalanan.

Selama di dusun Lakok tim relawan mendapatkan informasi oleh Beben salah satu sopir boat; bahwa ada ibu-ibu yang sedang mengumpulkan kayu rumahnya dari bekas hempasan tsunami, ternyata di bawah kayu terlihatlah bangkai mayat yang hanya tinggal tulang dan rambut.

Setelah pembagian sembako tepatnya pukul 16.00 tim relawan melanjutkan perjalanan menuju Monei yang terkena hempasan tsunami, tim relawan yang di koordinator oleh Nanda menuju pengungsian yang berada diatas perbukitan yang telah sejak gempa tahun 2007 di tempati, perjalanan yang menyesakkan dada, naik turun bukit, membuktikan keberanian relawan untuk terus berjuang menuju lokasi dan sampai dilokasi pukul 18.52. Kedatangan tim relawan PKPU ke pengungsian merupakan kebahagiaan tersendiri bagi masyarakat setempat, terlihat keceriaan di wajah masyarakat, secara spontanitas keletihan yang membaluti semua otot-otot telah renggang dengan hiburan yang dinyanyikan oleh adik-adik yang berada dipengungsian.

Dimana ada kesulitan pasti disitu ada kemudahan, dimana ada kayu pasti disitu ada besi dalam pepatah Mentawai dimana ada orang Mentawai pasti disitu ada orang Minang, jadi antara orang Mentawai dan warga manapun bersaudara, dengan hal itulah warga dipengungsian menyediakan menjamu relawan dengan teh, kopi hangat serta makan malam seadanya. Kebersamaan dimalam itu berlangsung sampai pukul 22.00, dan dilanjutkan briefing untuk agenda di esok hari.

Kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat dilakukan pukul 07.00 pagi, dan di iringi oleh trauma healing yang menanamkan jiwa nasionalisme pada anak-anak dan mengajari arti kejujuran serta bangga menjadi anak Mentawai, kegiatan ini tidak luput dari nyanyian karena anak-anak pengungsian lebih tertarik bermain sambil bermain dan penjemputan logistik di posko Lakok, selama proses pelayanan kesehatan pasien pada umumnya orang tua yang mengalami batuk, asma, sakit perut, bekas luka, membuka jahitan yang belum bersih, ispa dan cacingan. Pasien berjumlah 44 orang. Selama proses aksi ternyata masyarakat yang di suruh oleh kepala dusun untuk melayani relawan selayaknya tamu, maka untuk sarapan pagi kopi, teh hangat dan pisang goreng serta makan sebelum tim berangkat telah disediakan. Ada rasa haru dan kebiasaan yang pantas ditiru oleh siapapun juga, dalam kesulitan mereka mampu memberikan pelayanan kepada setiap yang datang.

Sebelum tim relawan meninggalkan lokasi, banyak permintaan dan keinginan masyarakat yang harus diperhatikan demi kelangsungan hidup mereka selanjutnya, jika pemerintah akan merelokasi tempat dimana selayaknya pengungsi di arahkan maka pihak pengungsi menginginkan tetap berada di Monei dan tidak berada jauh di Lakok, mengingat mereka saat ini tinggal dekat dengan perkebunan mereka, kalau masih bersikeras pemerintah memindahkan mereka ke Lakok maka proses kehidupan mereka akan dimulai lagi dari nol. Maka mereka menghendaki akan bertahan di Monei tempat mereka mengungsi awal kejadian gempa di tahun 2007. Melalui relawan PKPU yang diwakilkan oleh kepala dusun meminta agar adanya bantuan untuk; pengadaan air bersih, wc darurat, jenset, mesin sinso, batrai, dan beras.

Nuansa bening di Pulau Pasapuat

Sikakap. Senin, (15/11-10) pukul 09.45 menuju Pasapuat dengan menggunakan kapal Pong-pong yang biasa dipakai untuk berdagang oleh pak Abu. Menuju Pasapuat memakan waktu paling lambat 5 jam dalam perjalanan, sesampainya di pelabuhan Pasapuat kehadiran tim relawan disambut hangat oleh masyarakat setempat. Sebagai relawan dengan misi kemanusiaan 3 S (Senyum, Salam, Sapa) selama dilokasi dipertahankan dengan bukti kehadiran masyarakat untuk membantu mengangkat barang bawaan relawan.

Tiba diposko pukul 15.00 yang bertempat dirumah salah satu relawan, Restu menyarankan semua barang dan penginapan di rumahnya saja mengingat tempat yang ditawarkan cukup strategi bagi masyarakat dengan mudah menjangkau menuju posko serta pusat informasi terbaru bagi masyarakat. Briefing pembagian tugas dilakukan pukul 15.30, saat masih asik membagi tugas maka datanglah masyarakat satu-persatu dengan tujuan untuk berobat, briefing di alihkan kepada pelayanan kesehatan sampai pada pukul 19.00, tanpa adanya istirahat bidan dan perawat tetap semangat melayani masyarakat.

Pasien yang datang kebanyakan terdiri dari anak-anak; batuk, diare, ispa, mencret. Bagi pasien dewasa lebih dominan mengalami ispa, disentri, magh, sakit gigi, rematik. Bagi tim trauma healing pergi dengan orang tua Restu melihat kondisi pemungkiman yang dibagi menjadi dua. Ada kelegaan saat melihat kondisi pengungsian yang bersih, tidak becek tertata dengan semestinya, dalam satu tenda di huni oleh 3-4 kepala keluarga, jarak tempuh kepengungsian kurang lebih 1 kilo di pengungsian pertama dan 3 kilo perjalanan kepengungsian kedua.

Sembari menunggu antrian salah satu relawan mewawancara ninik mamak, dan ketua pemuda tentang maksud dan tujuan kedatangan tim relawan PKPU kedaerahnya, dengan spontan mereka menjelaskan kebahagiaan mereka telah diperhatikan walaupun daerah mereka tidak adanya masyarakat yang meninggal, hanya 14 rumah yang mengalami rusak parah, banyak hikmah yang didapat melalui bencana ini dengan makin kuatnya ikatan kepedulian satu sama lain dalam masyarakat termasuk masyarakat yang non muslim serta makin kuatnya keimanan kaum pemuda untuk lebih mendekatkan diri pada Tuhan dan disarankan oleh ninik mamak untuk bisa berkumpul dengan masyarakat sesudah sholat maghrib membicarakan perihal kegiatan selama di Pasapuat serta menyampaikan maksud dan tujuan donatur PKPU untuk berqurban di Pasapuat. Jalinan kerjasama antara PKPU dengan lembaga lain seperti; ACT, Hizbut Tahrir, DDI, DPD RI telah memberikan warna keakraban dalam menyampaikan misi kemanusiaan di Pasapuat.

Setelah makan dan sholat maghrib tim relawan; medis dan trauma healing berjumlah 4 orang menuju mesjid Mujahiddin untuk mensoialisasikan kegiatan serta menjalin kerjasama dengan masyarakat setempat. Dalam pertemuan dengan masyarakat itulah maksud dan tujuan kedatangan relawan PKPU disampaikan dengan mengusung tiga kegiatan; penyampaian dan penyerahan qurban kepada masyarakat, pelayanan kesehatan, dan trauma healing. Pertemuan dengan masyarakat membuka hubungan kekeluargaan yang erat, dikesempatan itu juga relawan juga menyebutkan keinginan donatur yang berjumlah 7 orang; Aini, Sidi A Bustami, Suri Mulyani, Huraira Rusydi Aziz, Afif Rusyidi Aziz, Azriya Iyan dan Suri M. Agenda di esok hari juga dibahas langsung di masjid menyangkut kegiatan qurban mulai dari imam, khatib dan jumlah masyarakat yang akan menerima qurban, sampai dirumah pukul 20.20, Bidan Novi dan Perawat Apri diserbu warga untuk berobat sampai pukul 22.30 malam.

Pelaksanaan sholat Idul Adha dilakukan pada pukul 08.00 di masjid Mujahiddin dengan jumlah 145 kepala keluarga sebelum sholat dilakukan imam masjid menginformasikan bahwa masyarakat Pasapuat mendapat bantuan untuk qurban dari; ACT 9 ekor kambing, 1 ekor kerbau, PKPU 1 ekor sapi, DDI(Dewan Dakwah Islam) 1 ekor kerbau, 4 ekor kambing, HT dalam perencanaan 2 ekor sapi. Pemotongan di bagi menjadi dua, dihari selasa pemotongan untuk sapi dari PKPUdan kerbau dari DDI dan dan dihari rabu dilakukan pemotongan berikutnya. Sholat Idul Adha dilakukan dengan sangat mengharu biru, disisi lain warga non muslim ikut duduk di pintu majid mendengarkan imam berkutbah.

Vessa Mayantara selaku khatib Idul Adha 1431 H, mengajak masyarakat untuk kembali kepada ajaran Allah serta merenung apa hikmah Allah memberikan bencana kepada manusia, dan adanya solusi tuntas atas segala bencana yang terjadi dengan kembali secara kaffah (menyeluh) ke pada Allah, dan berhati-hati terhadap paham yang secara terang-terangan telah menghancurkan Islam dengan adanya; paham pluralisme, sekularisme, kapitalisme dan hak azazi manusia. Pada saat ini Islam sangat terpuruk terbukti adnya penyiksaan besar-besaran yang terjadi di Pakistan, Palestina dan di benua Islam lainnya oleh kaum kafir yang sampai hari kiamat tidak akan senang dengan Islam. Hari berkurban ini sebaiknya dijadikan hari introspeksi diri kita sejauh mana kita telah membelakangi Allah dan tidak mengindahkan ajara RasulNya, dengan adanya bukti cinta yang tulus dari nabi Ibrahim dan Ismail sebaiknya dapat mengikat kembali tali yang telah lama putus kepada Allah dan RasulNya serta menjalin kekeluargaan yang kuat sesama muslimin agar tidak mudah di adu domba dengan permasalahan apapun yang menimpa kaum muslimin akhir-akhir ini. Saling harga menghargai, hormat menghormati dan tulus mencintai sesama maka akan terciptalah masyarakat yang sejahtera, bahagia dan selalu berprasangka baik atas apa yang telah Allah berikan kepada manusia termasuk kejadian gempa dan tsunami yang menghantam pulau Mentawai.

Aksi kemanusiaan dilakukan setelah sholat Idul Adha dengan tiga gelombang. Gelombang I penyemblihan hewan qurban, trauma healing dan pelayanan kesehatan dilakukan pukul 09.30-12.15, gelombang II pelayanan kesehatan dilakukan pukul 14.00-16.00, dan gelombang III dilakukan penyerahan daging qurban serta pelayanan kesehatan ke daerah pengungsian yang berada cukup jauh dari posko, sesuai info yang didapat masyarakat yang tinggal di pengungsian ini telah menempempatkan daerah itu pada saat gempa 2007 yang lalu. Tekat semangat yang kuat bidan Novi, perawat Apri, Restu dan Ibun mensinergikan kekuatan untuk menelusuri satu persatu rumah penduduk untuk menyalurkan bantuan, jalan yang cukup becek tidak menghalangi langkah yang telah dikuatkan untuk membantu masyarakat.

Dalam kesepakat tim relawan pada hari itu juga setelah melayani masyarakat harus kembali keposko induk di Sikakap, tapi melihat kondisi cuaca dan kembalinya tim dari pengungsian tidak memungkimkan untuk menuju Sikakap, maka diputuskanlah di hari Rabu pagi pulang ke Sikakap. Sama halnya dengan masyarakat yang lain ada kecemasaan saat tetangga dari posko mengedor pintu posko PKPU untuk bangun dan selalu siap siaga karena badai bercampur angin ribut, pukul 12.15 malam sampai pada pukul 01.00 dini hari. Sesuai dengan komitmen malam itu, pukul 09.00 tim relawan kembali lagi menuju posko induk yang ada di Sikakap, semuanya telah siap mau berangkat ternyata masyarakat masih ada yang datang untuk berobat, mau tak mau tim kesehatan harus melayani masyarakat yang membutuhkan bantuan kesehatan. Harapan masyarakat agar tim dapat tinggal beberapa hari untuk mengobati serta mengontrol kesehatan masyarakat selain masyarakat itu sendiri yang terlebih dahulu merawat kesehatan mereka.

Ada pilu yang tersirat diwajah masyarakat dan anak-anak,untuk melepas kepergian tim relawan. Melangkah menuju pulang bidan Novi tenggelam dilautan kemungkinan kurangnya keseimbangan untuk bertahan, tapi syukur Alhamdulillah kejadian itu tidaklah lama, dengan sigapnya pak Abu sebagai sopirnya kapal Pong-pong membantu bidan Novi sampai keatas kapalnya, dan pak Abu juga ikut tenggelam kedasar laut untuk mengambil sepatu bidan Novi. Sungguh hari-hari yang banyak mendatangkan ilmu. Semoga perjuangan Bidan Novi dan tim relawan lainya di lipat gandakan oleh Allah swt. Jumlah pasien yang dilayani kurang lebih 100 orang.

Catatan Bening di Pulau Mentawai

SIKAKAP Jumat, (13/11-10) pukul 13.30, setelah 3 jam perjalanan menggunakan kapal boat tim relawan sampai di dusun Makailigrik desa Betumonga. Pada saat tiba di lokasi, tim relawan di ikuti oleh dua orang anak setempat diperkirakan berumur 7-8 tahun untuk sampai ke posko, sewaktu akan menuju posko satu persatu dan berkelompok sekitar dua puluh orang anak juga menyambut kedatangan relawan dan tanpa sungkan mereka mengajak relawan untuk bermain bersama. Tanpa mempedulikan kepenatan kemudian tim memutuskan untuk mengadakan play teraphy pada pukul 16.00 sore, dan menyuruh anak-anak pulang dulu kerumah untuk mandi sore. Beberapa orang anak segera menuju ke kolam kecil di belakang posko. Disana juga terdapat beberapa orang ina-ina (ibu) yang sedang mencuci pakaian. Di kolam kecil inilah tempat yang digunakan oleh warga dusun makailigrik untuk mandi, mencuci pakaian maupun peralatan rumah tangga. Anak-anak kemudian mandi dikolam tersebut, mereka mandi tanpa menggunakan sabun mandi. Setelah mandi anak-anak kembali ke posko tanpa mengganti baju dan dengan badan belum kering serta rambut yang masih basah untuk mengajak relawan bermain.
Walaupun tidak menjadi korban secara langsung pada musibah tsunami kemarin tapi banyak anak-anak menjadi trauma akan adanya tsunami susulan. Ditambah lagi dengan adanya berita yang beredar di kalangan masyarakat akan adanya gempa susulan yang lebih kuat akan mengguncang Mentawai.

Hal ini tentu saja membuat penduduk merasa cemas dan paranoid setiap ada gempa. Terlebih lagi pada anak yang menjadi korban tsunami, ketakutan mereka tentunya akan bertambah besar. Berdasarkan wawancara dengan salah seorang ina, diketahui diantara anak-anak yang bermain ada 3 orang anak yang menjadi yatim piatu karena kedua orang tua mereka meninggal dunia pada saat musibah tsunami. Wajah salah seorang anak yang bernama Tasinus, kedua orang tuanya meninggal dunia pada saat tsunami, masih terdapat luka goresan di keningnya karena terkena kayu pada peristiwa tsunami. Tasinus mengatakan bahwa ia berasal dari dusun Sabeoguggung, karena tidak ada lagi keluarganya disana ia mengunggsi ke Makailigrik ke tempat kerabatnya. Ia mengaku merasa takut dan sering terbayang suara air pada waktu tsunami. Trauma pasca tsunami tidak hanya dialami oleh anak-anak tetapi juga oleh orang dewasa. Salah seorang ina juga mengungkapkan bahwa pada saat terjadi gempa kakinya akan langsung sakit dan susah untuk digerakkan, dan setiap kali ingat tsunami perutnya akan langsung sakit serta nafasnya menjadi sesak. Warga di dusun Makailigrik setiap malam mengungsi ke gunung dan balik lagi ke rumah setelah pagi harinya.


Pukul 15.30 hujan turun dan trauma healing baru bisa dilaksanakan pukul 16.30. bertempat dihalaman rumah warga yang cukup luas sebagai tempat bermain. Acara ini diikuti oleh 64 orang anak dengan kisaran umur 6-16 tahun. Untuk kegiatannya dibagi menjadi 2 kelompok yaitu: trauma healing untuk orang tua dan trauma healing untuk anak-anak. Untuk kelompok anak-anak diadakan play teraphy yang bertujuan untuk membuat anak-anak relaks sejenak melupakan rasa cemas dan rasa trauma karena musibah tsunami. Acara dibuka oleh Apri dengan nyanyian lingkaran besar untuk mengatur anak-anak agar duduk secara melingkar. Kemudian dilanjutkan dengan game tentang penyelamatan diri pada saat gempa yang diberikan oleh uni Ibun. Game ini berisi tentang hal-hal yang harus dilakukan pada saat gempa, disampaikan dengan role play yang lucu dan juga nyanyian sehingga bisa menghibur anak-anak sekaligus yang bersifat edukatif.

Acara selanjutnya adalah permainan oleh Silvi dan pak Iwan yang mengajak anak-anak menyanyi bersama, menyanyi lagu-lagu anak-anak, lagu perjuangan, dan juga menyanyikan lagu daerah Mentawai yaitu bagaya-bagaya. Hal ini bertujuan untuk memupuk rasa cinta dan bangga para bagi-bagi sebagai warga mentawai dan juga rasa bangga sebagai warga negara Indonesia. Acara juga diselingi oleh cerita-cerita lucu yang diberikan pak Iwan yang membuat anak-anak tertawa. Lagu Jangan menyerah yang dibawakan oleh D’Masive juga merupakan lagu favorit para bagi-bagi. Lirik lagunya yang inspiratif dan diharapkan anak-anak dapat semangat oleh lagu ini. Acara ditutup dengan pembagian hadiah berupa snack, kelereng dan ikat rambut kepada para bagi-bagi.


Pada saat yang sama, Ibun juga melakukan trauma healing kepada ina-ina dan ukui-ukui (ibu-ibu dan bapak-bapak), acaranya yaitu menyanyi bersama dan juga pertunjukan turuk (tari) yang jenaka oleh seorang ukui sehingga memancing gelak tawa semua peserta. Acara ditutup dengan pembagian sabun mandi kepada para ukui dan ina. Tim siap siaga di dusun Betumonga sebenarnya telah ada berjumlah 21 orang yang di bentuk oleh SURFAID, dan sebagai ketua siap siaga di tunjuklah pak Enggo, bagaimanapun yang namanya bencana gempa maupun tsunami mereka tetap juga merasa ketakutan, dan ilmu yang mereka dapat selama kurang lebih 6 bulan dalam kesiapsiagaan belumlah terlaksana dengan baik.


Tim untuk pelayanan medis terdiri dari dr. Hidayat, Bidan Novi dan juga Apri (perawat), melakukan pelayanan kesehatan kepada 10 orang warga yang mendatangi posko di Makailigrik. Penyakit yang ditangani adalah ISPA, Dermatitis, Trauma luka, Lipoma, Cacingan dan Gastritis. Kepada para bagi-bagi juga diberikan pemberian obat cacing sesuai berat badan mereka untuk mengobati cacingan yang mereka derita.


Sabtu, (14/11-10) tim relawan sampai ke dusun Naipok pukul 11.00 setelah menempuh satu jam perjalanan dengan jalan kaki. Dilokasi ini terdapat dua kelompok pengungsian, di lokasi bawah terdapat sekitar 20 barak dan dihuni oleh 40 KK dan di lokasi atas terdapat sekitar 10 barak yang di huni oleh 33 KK. Jadi setiap barak berukuran 2x2 M dihuni oleh 3-5KK, dimana masing-masing KK terdiri dari 4-5 orang anggota keluarga. Dengan demikian pada satu barak dihuni oleh 10-15 orang. Untuk jangka panjang hal ini tidaklah kondusif, lokasi pengungsian yang sempit, becek, tidak adanya sarana sanitasi sehingga warga masih membuang BAB sembarang disekitar Barak. Hal ini tentu saja dapat menyebabkan berbagai jenis penyakit seperti diare, muntaber, dermatitis dan penyakit lainnya. Untuk Mandi dan mencuci, warga memanfaatkan air yang tergenang di sepanjang jalan untuk mencuci baju ataupun peralatan rumah tangga.


Kegiatan tim dibagi menjadi 2 kelompok, tim medis melakukan pelayanan kesehatan di lokasi atas dan tim trauma healing melakukan kegiatan di lokasi bawah. Pada saat pelayanan kesehatan jumlah pasien yang ditangani sebanyak 50 orang dengan penyakit yang diderita diare, dermatitis, artritis, infeksi, ginggivitis, gastritis dan cacingan. Tim medis juga kedatangan tamu dari tim Dokter dari UI.

Bapak Boas selaku koordinasi dusun bawah dari hasil wawancara menyatakan; dusun timur yang dihuninya saat ini sebenarnya tidak layak untuk dihuni, karena tidak ada tempat lagi mau tak mau mereka harus bertahan dibarak, seandainya pemerintah serius untuk membantu maka di tanah itulah harus dipergunakan, dan tidak akan mau pindah ketempat asal walaupun disana hanya sedikit yang kena musibah dan kebanyakan berkumpul untuk mengungsi. Adapun keinginan yang mereka minta berupa adanya air bersih, toilet darurat, tikar, beras, pakaian layak pakai, peralatan mandi.

Untuk kegiatan trauma healling dibagi dalam 2 kelompok, kelompok anak-anak dan kelompok orang tua. Pada kelompok anak-anak dilakukan play teraphy oleh Silvi dan pak Iwan. Acara ini terdiri dari game dan menanyi bersama. Game yang diberikan yaitu game melatih konsentrasi yang diberikan dengan nyanyian. Sehingga selain untuk menghibur game ini juga bermanfaat untuk fungsi kognitif anak-anak dalam konsentrasi. Selanjutnya, anak-anak diajak menyanyikan lagu indonesia raya, lagu perjuangan dan juga lagu daerah mentawai sendiri. Dalam sesi ini juga disampaikan hal-hal yang harus dilakukan pada saat gempa, cara-cara penyelamatan diri pada saat gempa dengan nyanyian sehingga lebih mudah diingat oleh anak-anak. Karena penyampaian informasi dengan metode audio visual seperti dengan nyanyian atau role play terbukti lebih efektif bagi anak-anak. Acara ditutup dengan pembagian snack, permen, kelereng dan juga ikat rambut kepada anak-anak.


Pada kelompok orang tua yang berkumpul di salah satu barak, Ibun mencoba memberikan konsultasi kepada seorang buai (nenek) yang mengungkapkan ketakutannya akan tsunami. Bahkan untuk berjalan ke barak sebelah saja buai tersebut merasa takut. Dan disaat sesi tanya jawab tersebut Ibun kedatangan tamu dari Dinas kesehatan Padang. Sehingga acara sempat terhenti. Dan acara kemudian dilanjutkan dengan menyanyi bersama, sehingga para ukui, ina dan buai bisa merasa relaks sehingga dapat mengurangi ketakutan mereka. Cerita-cerita yang disampaikan oleh Ibun yang lucu juga membuat para ina, ukui dan buai mugakgak (tertawa). Sehingga dengan bernyanyi rasa tegang dan cemas yang mereka alami menjadi berkurang. Karena berdasarkan penelitian diketahui bahwa setiap tertawa kita melepaskan hormon endorfin yang dapat memberikan sensasi rasa senang dan mengurangi rasa sakit.
Acara di dusun Naipok berlangsung selama 4 jam sampai pukul 15.00 dan selajutnya tim relawan kembali ke posko di dusun makailigrik. Sesampainya di posko para bagi-bagi masih berkumpul dan mengajak relawan untuk bermain. Karena kondisi tidak memungkinkan untuk bermain, Ibun berinisiatif untuk memotongkan kuku tangan dan kuku kaki anak-anak yang memang sudah sangat panjang sekali dan juga berwarna hitam. Hal ini karena lokasi lingkungan berupa rawa-rawa dan anak-anak tidak memakai alas kaki saat keluar rumah. Dan dari pengakuan mereka, dirumah tidak ada gunting kuku sehingga mereka jarang menggunting kuku. Dan untuk pakaian, masih banyak diantara anak-anak yang masih memakai pakaian yanga robek-robek dan sudah tidak layak pakai. Mereka juga memakai pakaian yang sama untuk beberapa hari. Sehingga hampir setiap anak menderita penyakit kulit seperti panu, kurap dan juga korengan.

Di desa Betumonga ini terdapat satu Sekolah Dasar, sedangkan untuk SMP dan SMA belum ada. Di sekolah ini warga dari dusun Makailigrig dan Naipok bersekolah. Kalau ingin melanjutkan sekolah ke SMP harus ke Sikakap. Untuk usia masuk sekolah di Betumonga terbilang lambat, sebagian besar anak-anak masuk sekolah usia 8 atau 9 tahun. Maka tak heran jika usia 14 ataupun 16 tahun masih duduk di kelas 6 SD.


Minggu, (15/11-10) dalam perencanaan akan diadakan kegiatan pelayanan kesehatan dari rumah kerumah, namun kegiatan tersebut urung dilakukan karena dihari itu adalah kegiatan keagamaan masyarakat. Selanjutnya kegitan hanya membagikan sabun mandi kepada anak-anak yang sudah berkumpul di posko, kemudian menyuruh segera mandi dengan memakai sabun yang diberikan. Dan acara dilanjutkan dengan bernyanyi bersama sebelum anak-anak kebaktian di Gereja. Pukul 12.30 tim relawan meninggalkan desa Betumonga menuju Sikakap, relawan dilepas dengan wajah sendu para bagi-bagi, bajak, ina dan ukui yang mengantar relawan sampai ke jembatan. Mereka mengucapkan terimakasih atas kedatangan relawan.