Selasa, 30 November 2010

Catatan Bening di Pulau Mentawai

SIKAKAP Jumat, (13/11-10) pukul 13.30, setelah 3 jam perjalanan menggunakan kapal boat tim relawan sampai di dusun Makailigrik desa Betumonga. Pada saat tiba di lokasi, tim relawan di ikuti oleh dua orang anak setempat diperkirakan berumur 7-8 tahun untuk sampai ke posko, sewaktu akan menuju posko satu persatu dan berkelompok sekitar dua puluh orang anak juga menyambut kedatangan relawan dan tanpa sungkan mereka mengajak relawan untuk bermain bersama. Tanpa mempedulikan kepenatan kemudian tim memutuskan untuk mengadakan play teraphy pada pukul 16.00 sore, dan menyuruh anak-anak pulang dulu kerumah untuk mandi sore. Beberapa orang anak segera menuju ke kolam kecil di belakang posko. Disana juga terdapat beberapa orang ina-ina (ibu) yang sedang mencuci pakaian. Di kolam kecil inilah tempat yang digunakan oleh warga dusun makailigrik untuk mandi, mencuci pakaian maupun peralatan rumah tangga. Anak-anak kemudian mandi dikolam tersebut, mereka mandi tanpa menggunakan sabun mandi. Setelah mandi anak-anak kembali ke posko tanpa mengganti baju dan dengan badan belum kering serta rambut yang masih basah untuk mengajak relawan bermain.
Walaupun tidak menjadi korban secara langsung pada musibah tsunami kemarin tapi banyak anak-anak menjadi trauma akan adanya tsunami susulan. Ditambah lagi dengan adanya berita yang beredar di kalangan masyarakat akan adanya gempa susulan yang lebih kuat akan mengguncang Mentawai.

Hal ini tentu saja membuat penduduk merasa cemas dan paranoid setiap ada gempa. Terlebih lagi pada anak yang menjadi korban tsunami, ketakutan mereka tentunya akan bertambah besar. Berdasarkan wawancara dengan salah seorang ina, diketahui diantara anak-anak yang bermain ada 3 orang anak yang menjadi yatim piatu karena kedua orang tua mereka meninggal dunia pada saat musibah tsunami. Wajah salah seorang anak yang bernama Tasinus, kedua orang tuanya meninggal dunia pada saat tsunami, masih terdapat luka goresan di keningnya karena terkena kayu pada peristiwa tsunami. Tasinus mengatakan bahwa ia berasal dari dusun Sabeoguggung, karena tidak ada lagi keluarganya disana ia mengunggsi ke Makailigrik ke tempat kerabatnya. Ia mengaku merasa takut dan sering terbayang suara air pada waktu tsunami. Trauma pasca tsunami tidak hanya dialami oleh anak-anak tetapi juga oleh orang dewasa. Salah seorang ina juga mengungkapkan bahwa pada saat terjadi gempa kakinya akan langsung sakit dan susah untuk digerakkan, dan setiap kali ingat tsunami perutnya akan langsung sakit serta nafasnya menjadi sesak. Warga di dusun Makailigrik setiap malam mengungsi ke gunung dan balik lagi ke rumah setelah pagi harinya.


Pukul 15.30 hujan turun dan trauma healing baru bisa dilaksanakan pukul 16.30. bertempat dihalaman rumah warga yang cukup luas sebagai tempat bermain. Acara ini diikuti oleh 64 orang anak dengan kisaran umur 6-16 tahun. Untuk kegiatannya dibagi menjadi 2 kelompok yaitu: trauma healing untuk orang tua dan trauma healing untuk anak-anak. Untuk kelompok anak-anak diadakan play teraphy yang bertujuan untuk membuat anak-anak relaks sejenak melupakan rasa cemas dan rasa trauma karena musibah tsunami. Acara dibuka oleh Apri dengan nyanyian lingkaran besar untuk mengatur anak-anak agar duduk secara melingkar. Kemudian dilanjutkan dengan game tentang penyelamatan diri pada saat gempa yang diberikan oleh uni Ibun. Game ini berisi tentang hal-hal yang harus dilakukan pada saat gempa, disampaikan dengan role play yang lucu dan juga nyanyian sehingga bisa menghibur anak-anak sekaligus yang bersifat edukatif.

Acara selanjutnya adalah permainan oleh Silvi dan pak Iwan yang mengajak anak-anak menyanyi bersama, menyanyi lagu-lagu anak-anak, lagu perjuangan, dan juga menyanyikan lagu daerah Mentawai yaitu bagaya-bagaya. Hal ini bertujuan untuk memupuk rasa cinta dan bangga para bagi-bagi sebagai warga mentawai dan juga rasa bangga sebagai warga negara Indonesia. Acara juga diselingi oleh cerita-cerita lucu yang diberikan pak Iwan yang membuat anak-anak tertawa. Lagu Jangan menyerah yang dibawakan oleh D’Masive juga merupakan lagu favorit para bagi-bagi. Lirik lagunya yang inspiratif dan diharapkan anak-anak dapat semangat oleh lagu ini. Acara ditutup dengan pembagian hadiah berupa snack, kelereng dan ikat rambut kepada para bagi-bagi.


Pada saat yang sama, Ibun juga melakukan trauma healing kepada ina-ina dan ukui-ukui (ibu-ibu dan bapak-bapak), acaranya yaitu menyanyi bersama dan juga pertunjukan turuk (tari) yang jenaka oleh seorang ukui sehingga memancing gelak tawa semua peserta. Acara ditutup dengan pembagian sabun mandi kepada para ukui dan ina. Tim siap siaga di dusun Betumonga sebenarnya telah ada berjumlah 21 orang yang di bentuk oleh SURFAID, dan sebagai ketua siap siaga di tunjuklah pak Enggo, bagaimanapun yang namanya bencana gempa maupun tsunami mereka tetap juga merasa ketakutan, dan ilmu yang mereka dapat selama kurang lebih 6 bulan dalam kesiapsiagaan belumlah terlaksana dengan baik.


Tim untuk pelayanan medis terdiri dari dr. Hidayat, Bidan Novi dan juga Apri (perawat), melakukan pelayanan kesehatan kepada 10 orang warga yang mendatangi posko di Makailigrik. Penyakit yang ditangani adalah ISPA, Dermatitis, Trauma luka, Lipoma, Cacingan dan Gastritis. Kepada para bagi-bagi juga diberikan pemberian obat cacing sesuai berat badan mereka untuk mengobati cacingan yang mereka derita.


Sabtu, (14/11-10) tim relawan sampai ke dusun Naipok pukul 11.00 setelah menempuh satu jam perjalanan dengan jalan kaki. Dilokasi ini terdapat dua kelompok pengungsian, di lokasi bawah terdapat sekitar 20 barak dan dihuni oleh 40 KK dan di lokasi atas terdapat sekitar 10 barak yang di huni oleh 33 KK. Jadi setiap barak berukuran 2x2 M dihuni oleh 3-5KK, dimana masing-masing KK terdiri dari 4-5 orang anggota keluarga. Dengan demikian pada satu barak dihuni oleh 10-15 orang. Untuk jangka panjang hal ini tidaklah kondusif, lokasi pengungsian yang sempit, becek, tidak adanya sarana sanitasi sehingga warga masih membuang BAB sembarang disekitar Barak. Hal ini tentu saja dapat menyebabkan berbagai jenis penyakit seperti diare, muntaber, dermatitis dan penyakit lainnya. Untuk Mandi dan mencuci, warga memanfaatkan air yang tergenang di sepanjang jalan untuk mencuci baju ataupun peralatan rumah tangga.


Kegiatan tim dibagi menjadi 2 kelompok, tim medis melakukan pelayanan kesehatan di lokasi atas dan tim trauma healing melakukan kegiatan di lokasi bawah. Pada saat pelayanan kesehatan jumlah pasien yang ditangani sebanyak 50 orang dengan penyakit yang diderita diare, dermatitis, artritis, infeksi, ginggivitis, gastritis dan cacingan. Tim medis juga kedatangan tamu dari tim Dokter dari UI.

Bapak Boas selaku koordinasi dusun bawah dari hasil wawancara menyatakan; dusun timur yang dihuninya saat ini sebenarnya tidak layak untuk dihuni, karena tidak ada tempat lagi mau tak mau mereka harus bertahan dibarak, seandainya pemerintah serius untuk membantu maka di tanah itulah harus dipergunakan, dan tidak akan mau pindah ketempat asal walaupun disana hanya sedikit yang kena musibah dan kebanyakan berkumpul untuk mengungsi. Adapun keinginan yang mereka minta berupa adanya air bersih, toilet darurat, tikar, beras, pakaian layak pakai, peralatan mandi.

Untuk kegiatan trauma healling dibagi dalam 2 kelompok, kelompok anak-anak dan kelompok orang tua. Pada kelompok anak-anak dilakukan play teraphy oleh Silvi dan pak Iwan. Acara ini terdiri dari game dan menanyi bersama. Game yang diberikan yaitu game melatih konsentrasi yang diberikan dengan nyanyian. Sehingga selain untuk menghibur game ini juga bermanfaat untuk fungsi kognitif anak-anak dalam konsentrasi. Selanjutnya, anak-anak diajak menyanyikan lagu indonesia raya, lagu perjuangan dan juga lagu daerah mentawai sendiri. Dalam sesi ini juga disampaikan hal-hal yang harus dilakukan pada saat gempa, cara-cara penyelamatan diri pada saat gempa dengan nyanyian sehingga lebih mudah diingat oleh anak-anak. Karena penyampaian informasi dengan metode audio visual seperti dengan nyanyian atau role play terbukti lebih efektif bagi anak-anak. Acara ditutup dengan pembagian snack, permen, kelereng dan juga ikat rambut kepada anak-anak.


Pada kelompok orang tua yang berkumpul di salah satu barak, Ibun mencoba memberikan konsultasi kepada seorang buai (nenek) yang mengungkapkan ketakutannya akan tsunami. Bahkan untuk berjalan ke barak sebelah saja buai tersebut merasa takut. Dan disaat sesi tanya jawab tersebut Ibun kedatangan tamu dari Dinas kesehatan Padang. Sehingga acara sempat terhenti. Dan acara kemudian dilanjutkan dengan menyanyi bersama, sehingga para ukui, ina dan buai bisa merasa relaks sehingga dapat mengurangi ketakutan mereka. Cerita-cerita yang disampaikan oleh Ibun yang lucu juga membuat para ina, ukui dan buai mugakgak (tertawa). Sehingga dengan bernyanyi rasa tegang dan cemas yang mereka alami menjadi berkurang. Karena berdasarkan penelitian diketahui bahwa setiap tertawa kita melepaskan hormon endorfin yang dapat memberikan sensasi rasa senang dan mengurangi rasa sakit.
Acara di dusun Naipok berlangsung selama 4 jam sampai pukul 15.00 dan selajutnya tim relawan kembali ke posko di dusun makailigrik. Sesampainya di posko para bagi-bagi masih berkumpul dan mengajak relawan untuk bermain. Karena kondisi tidak memungkinkan untuk bermain, Ibun berinisiatif untuk memotongkan kuku tangan dan kuku kaki anak-anak yang memang sudah sangat panjang sekali dan juga berwarna hitam. Hal ini karena lokasi lingkungan berupa rawa-rawa dan anak-anak tidak memakai alas kaki saat keluar rumah. Dan dari pengakuan mereka, dirumah tidak ada gunting kuku sehingga mereka jarang menggunting kuku. Dan untuk pakaian, masih banyak diantara anak-anak yang masih memakai pakaian yanga robek-robek dan sudah tidak layak pakai. Mereka juga memakai pakaian yang sama untuk beberapa hari. Sehingga hampir setiap anak menderita penyakit kulit seperti panu, kurap dan juga korengan.

Di desa Betumonga ini terdapat satu Sekolah Dasar, sedangkan untuk SMP dan SMA belum ada. Di sekolah ini warga dari dusun Makailigrig dan Naipok bersekolah. Kalau ingin melanjutkan sekolah ke SMP harus ke Sikakap. Untuk usia masuk sekolah di Betumonga terbilang lambat, sebagian besar anak-anak masuk sekolah usia 8 atau 9 tahun. Maka tak heran jika usia 14 ataupun 16 tahun masih duduk di kelas 6 SD.


Minggu, (15/11-10) dalam perencanaan akan diadakan kegiatan pelayanan kesehatan dari rumah kerumah, namun kegiatan tersebut urung dilakukan karena dihari itu adalah kegiatan keagamaan masyarakat. Selanjutnya kegitan hanya membagikan sabun mandi kepada anak-anak yang sudah berkumpul di posko, kemudian menyuruh segera mandi dengan memakai sabun yang diberikan. Dan acara dilanjutkan dengan bernyanyi bersama sebelum anak-anak kebaktian di Gereja. Pukul 12.30 tim relawan meninggalkan desa Betumonga menuju Sikakap, relawan dilepas dengan wajah sendu para bagi-bagi, bajak, ina dan ukui yang mengantar relawan sampai ke jembatan. Mereka mengucapkan terimakasih atas kedatangan relawan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar